Proses pembentukan minyak bumi
Membahas identifikasi minyak bumi tidak dapat lepas dari bahasan
teori pembentukan minyak bumi dan kondisi pembentukannya yang membuat suatu
minyak bumi menjadi spesifik dan tidak sama antara suatu minyak bumi dengan
minyak bumi lainnya. Karena saya adalah seorang chemist, maka pendekatan yang
saya lakukan lebih banyak kepada aspek kimianya daripada dari aspek geologi.
Pemahaman tentang proses pembentukan minyak bumi akan diperlukan sebagai bahan
pertimbangan untuk menginterpretasikan hasil identifikasi. Ada banyak hipotesa
tentang terbentuknya minyak bumi yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa
diantaranya adalah :
Teori Biogenesis (Organik)
Macqiur (Perancis, 1758) merupakan orang yang pertama kali
mengemukakan pendapat bahwa minyak bumi berasal dari tumbuh-tumbuhan. Kemudian
M.W. Lamanosow (Rusia, 1763) juga mengemukakan hal yang sama. Pendapat di atas
juga didukung oleh sarjana lainnya seperti, New Beery (1859), Engler (1909),
Bruk (1936), Bearl (1938) dan Hofer. Mereka menyatakan bahwa: “minyak dan gas
bumi berasal dari organisme laut yang telah mati berjuta-juta tahun yang lalu
dan membentuk sebuah lapisan dalam perut bumi.”
Teori Abiogenesis (Anorganik)
Barthelot (1866)
mengemukakan bahwa di dalam minyak bumi terdapat logam alkali, yang dalam
keadaan bebas dengan temperatur tinggi akan bersentuhan dengan CO2 membentuk asitilena. Kemudian Mandeleyev
(1877) mengemukakan bahwa minyak bumi terbentuk akibat adanya pengaruh kerja
uap pada karbida-karbida logam dalam bumi. Yang lebih ekstrim lagi adalah
pernyataan beberapa ahli yang mengemukakan bahwa minyak bumi mulai terbentuk
sejak zaman prasejarah, jauh sebelum bumi terbentuk dan bersamaan dengan proses
terbentuknya bumi. Pernyataan tersebut berdasarkan fakta ditemukannya material
hidrokarbon dalam beberapa batuan meteor dan di atmosfir beberapa planet lain.
Dari sekian banyak
hipotesa tersebut yang sering dikemukakan adalah Teori Biogenesis, karena lebih
bisa. Teori pembentukan minyak bumi terus berkembang seiring dengan
berkembangnya teknologi dan teknik analisis minyak bumi, sampai kemudian pada
tahun 1984 G. D. Hobson dalam tulisannya yang berjudul “The Occurrence and Origin
of Oil and Gas”.
Berdasarkan teori
Biogenesis, minyak bumi terbentuk karena adanya kebocoran kecil yang permanen
dalam siklus karbon. Siklus karbon ini terjadi antara atmosfir dengan permukaan
bumi, yang digambarkan dengan dua panah dengan arah yang berlawanan, dimana
karbon diangkut dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Pada arah pertama, karbon dioksida di
atmosfir berasimilasi, artinya CO2 diekstrak
dari atmosfir oleh organisme fotosintetik darat dan laut.
Pada arah yang kedua CO2 dibebaskan kembali ke atmosfir melalui
respirasi makhluk hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme). Dalam proses ini,
terjadi kebocoran kecil yang memungkinkan satu bagian kecil karbon yang tidak
dibebaskan kembali ke atmosfir dalam bentuk CO2, tetapi mengalami
transformasi yang akhirnya menjadi fosil yang dapat terbakar. Bahan bakar fosil
ini jumlahnya hanya kecil sekali. Bahan organik yang mengalami oksidasi selama
pemendaman. Akibatnya, bagian utama dari karbon organik dalam bentuk karbonat
menjadi sangat kecil jumlahnya dalam batuan sedimen.
Pada mulanya senyawa tersebut (seperti karbohidrat, protein dan
lemak) diproduksi oleh makhluk hidup sesuai dengan kebutuhannya, seperti untuk
mempertahankan diri, untuk berkembang biak atau sebagai komponen fisik dan
makhluk hidup itu. Komponen yang dimaksud dapat berupa konstituen sel, membran,
pigmen, lemak, gula atau protein dari tumbuh-tumbuhan, cendawan, jamur,
protozoa, bakteri, invertebrata ataupun binatang berdarah dingin dan panas,
sehingga dapat ditemukan di udara, pada permukaan, dalam air atau dalam tanah.
Apabila makhluk hidup tersebut mati, maka 99,9% senyawa karbon
dan makhluk hidup akan kembali mengalami siklus sebagai rantai makanan,
sedangkan sisanya 0,1% senyawa karbon terjebak dalam tanah dan dalam sedimen.
Inilah yang merupakan cikal bakal senyawa-senyawa fosil atau dikenal juga
sebagai embrio minyak bumi.
Embrio ini mengalami perpindahan dan akan menumpuk di salah satu
tempat yang kemungkinan menjadi reservoar dan ada yang hanyut bersama aliran
air sehingga menumpuk di bawah dasar laut, dan ada juga karena perbedaan
tekanan di bawah laut muncul ke permukaan lalu menumpuk di permukaan dan ada
pula yang terendapkan di permukaan laut dalam yang arusnya kecil.
Embrio kecil ini menumpuk dalam kondisi lingkungan lembab, gelap
dan berbau tidak sedap di antara mineral-mineral dan sedimen, lalu membentuk
molekul besar yang dikenal dengan geopolimer. Senyawa-senyawa organik yang
terpendam ini akan tetap dengan karakter masing-masing yang spesifik sesuai
dengan bahan dan lingkungan pembentukannya. Selanjutnya senyawa organik ini
akan mengalami proses geologi dalam perut bumi. Pertama akanmengalami proses
diagenesis, dimana senyawa organik dan makhluk hidup sudah merupakan senyawa
mati dan terkubur sampai 600 meter saja di bawah permukaan dan lingkungan
bersuhu di bawah 50°C.
Pada kondisi ini senyawa-senyawa organik yang berasal dan
makhluk hidup mulai kehilangan gugus beroksigen akibat reaksi dekarboksilasi
dan dehidratasi. Semakin dalam pemendaman terjadi, semakin panas lingkungannya,
penam-bahan kedalaman 30 – 40 m akan menaik-kan temperatur 1°C. Di kedalaman
lebih dan 600 m sampai 3000 m, suhu pemendaman akan berkisar antara 50 – 150
°C, proses geologi kedua yang disebut katagenesis akan berlangsung, maka
geopolimer yang terpendam mulal terurai akibat panas bumi.
Komponen-komponen minyak bumi pada proses ini mulai terbentuk
dan senyawa–senyawa karakteristik yang berasal dan makhluk hidup tertentu
kembali dibebaskan dari molekul. Bila kedalaman terus berlanjut ke arah pusat
bumi, temperatur semakin naik, dan jika kedalaman melebihi 3000 m dan suhu di
atas 150°C, maka bahan-bahan organik dapat terurai menjadi gas bermolekul
kecil, dan proses ini disebut metagenesis.
Setelah proses geologi ini dilewati, minyak bumi sudah terbentuk
bersama-sama dengan bio-marka. Fosil molekul yang sudah terbentuk ini akan
mengalami perpindahan (migrasi) karena kondisi lingkungan atau kerak bumi yang
selalu bergerak rata-rata sejauh 5 cm per tahun, sehingga akan ter-perangkap
pada suatu batuan berpori, atau selanjutnya akan bermigrasi membentuk suatu
sumur minyak. Apabila dicuplik batuan yang memenjara minyak ini (batuan induk)
atau minyak yang terperangkap dalam rongga bumi, akan ditemukan fosil
senyawa-senyawa organik. Fosil-fosil senyawa inilah yang ditentukan strukturnya
menggunaan be-berapa metoda analisis, sehingga dapat menerangkan asal-usul
fosil, bahan pembentuk, migrasi minyak bumi serta hubungan antara suatu minyak
bumi dengan minyak bumi lain dan hubungan minyak bumi dengan batuan induk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar