Penanganan limbah padat
Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) sampah Kota Tanah Grogot saat ini menggunakan metode open dumping,
sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial masyarakat
sekitar. Upaya mengurangi timbulnya dampak tersebut, terkendala oleh
keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah. Untuk mengatasi permasalahan
TPA dengan segala keterbatasan sumberdaya, maka perlu perumusan strategi. Perumusan
strategi berkaitan dengan proses pengambilan keputusan untuk memilih/
menentukan suatu alternatif metode pengelolaan TPA. Penelitian ini bertujuan
untuk menentukan suatu alternatif metode
pengelolaan TPA dengan variabel penelitian terdiri dari variabel sosial masyarakat, kelembagaan, dan teknik. Data penelitian yang digunakan diperoleh dengan cara survey dan observasi lapangan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP) dan SWOT. Hasil penelitian menunjukkan, 74,2% responden menyetujui keberadaan TPA. Metode sanitary landfill yang dipilih berdasarkan studi AHP (nilai bobot 0,389), mendapatkan respon yang baik dari masyarakat sekitar, dimana 83,9% responden menyatakan dapat menerima, dan 90,3% responden menyetujui apabila operasional TPA ditingkatkan menggunakan metode tersebut. Hasil analisis SWOT, menunjukkan metode sanitary landfill berada pada posisi turnaround (kelemahan, peluang): (1,098; 0,749). Kebutuhan luas areal TPA metode sanitary landfill untuk perencanaan 10 tahun adalah 5 Ha, terdiri dari; areal penimbunan sampah 2 Ha, areal kolam pengumpul lindi tersedia 0,4 Ha, areal bangunan pengolah lindi 2,2 Ha, dan areal untuk sarana penunjang lainnya 0,4 Ha. Namun, pemerintah daerah setempat harus melihat lagi kemampuannya baik dari segi teknis maupun finansial dalam pengelolaan sampah dengan metode ini sebelum menerapkannya.
pengelolaan TPA dengan variabel penelitian terdiri dari variabel sosial masyarakat, kelembagaan, dan teknik. Data penelitian yang digunakan diperoleh dengan cara survey dan observasi lapangan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP) dan SWOT. Hasil penelitian menunjukkan, 74,2% responden menyetujui keberadaan TPA. Metode sanitary landfill yang dipilih berdasarkan studi AHP (nilai bobot 0,389), mendapatkan respon yang baik dari masyarakat sekitar, dimana 83,9% responden menyatakan dapat menerima, dan 90,3% responden menyetujui apabila operasional TPA ditingkatkan menggunakan metode tersebut. Hasil analisis SWOT, menunjukkan metode sanitary landfill berada pada posisi turnaround (kelemahan, peluang): (1,098; 0,749). Kebutuhan luas areal TPA metode sanitary landfill untuk perencanaan 10 tahun adalah 5 Ha, terdiri dari; areal penimbunan sampah 2 Ha, areal kolam pengumpul lindi tersedia 0,4 Ha, areal bangunan pengolah lindi 2,2 Ha, dan areal untuk sarana penunjang lainnya 0,4 Ha. Namun, pemerintah daerah setempat harus melihat lagi kemampuannya baik dari segi teknis maupun finansial dalam pengelolaan sampah dengan metode ini sebelum menerapkannya.
1. Penimbunan
Terdapat
dua cara penimbunan sampah yang umum di kenal, yitu metode penimbunan
terbuka (open dumping) dan metode
sanitary landfill. Pada metode penimbunan terbuka, sampah di kumpul dan di
timbun begitu saja dalam lubang yang di buat pada suatu lahan, biasanya di
lokasi tempat pembuangan akhir (TPA).
Gas metan yang di hasilkan oleh
pembusukan sampah organic dapat menyebar ke udara sekitar dan menimbulkan bau
busuk serta mudah terbakar. Cairan yang tercampur dengan sampah dapat merembes
ke tanah dan mecemari tanah serta air.
Berbagai masalah yang di timbulkan
oleh metode open dumping menyababkan di kembangkan metode penimbunan sampah
yang lebih baik, yaitu sanitari landfill. Pada mettode sanitari landfill,
sampah di timbun dalam lubang yang dialasi lapisan lempung dan lembaran plastic
untuk mecegah perembesan ke tanah.
2. Insenarasi
Insenarasi adalah pembakaran
sampah?limbah padat mengunakan suatu alat yang di sebut insinerator. Kelebihan
dari proses insinerasi adalah volume sampah berkurang sangat banyak (bias
mencapi 90%). Selain itu proses insenerasi menghasilkan panas yang dapat di
mampaatkan untuk menghasilakan listrik atau untuk memanaskam ruangan.
3.
PEMBUATAN
KOMPOS
Kmpos adalah pupuk yang di buat oleh
sampah organik, seperti sayuran, daun dan ranting , serta kotoran hewan,melalui
proses degradasi/penguraian oleh mikroorganisme tertentu. Kompos berguna untuk
memperbaiki struktur tanah dan menyediakan zat makanan yang di perlukan
tumbuhan, sementara mikroba yang ada di dalam kompos dapat membantu penyerapan
zat makanan yang di butuhkan tanaman.
Pembuatan kompos merupakan salah
satu cara terbaik untuk mengurangi timbunan sampah organik. Cara ini sangat
cocok di terapkan di Indinesia, karena cara pembuatannya relatif mudah dan
tidak membutuhkan biaya yang besar. Selin itu kompos d
Pat
di jual sehingga dapat memberikan pemasukan tambahan atau bahkan menjadi
alternatif mata pencaharian.
Berdasrkan bentuknya, kompos ada
yang berbentuk padat dan cair. Pembuatan kompos dapat di lakukan dengan
menggunakan kompos telah jadi, kultur mikroorganisme atau cacing tanah. Contoh
kultur mikroganisme yang telah banyak di jual di pasaran dan dapat di gunakan
untuk membuat kompos adalah EM4 (effective Micro organism 4). EM4 merupakan
kultur campuran mikroganisme yang dapat meningkatkan degradasi limbah atau
sampah organic, menguntukan dan bermampaat bagi kesuburan tanah maupun
pertumbuhan dan produksi tanaman, serta rama lingkungan. EM4 mengandung
mikroganisme yang terdiri dari beberapa jenis bakteri, diantaranya
lactobacillus sp.
Kompos dapat juga di buat dengan
bantuan cacing tanah karena cacing mampu menguraikan bahan organic.kompos yang
di buat dengan bantuan cacing tanah di kenal juga sebutan kascing. Cacing tanah
yang dapat di gunakan adalah cacing dari spesies Lumbricus terrestis, lumbricus
rebellus, pheretema defigens, dan Eisenia foeteda.
4.
Daur
ulAng
Berbagai jenis limbah padat dapat mengalami
proses daur ullang menjadi produk baru. Proses daur ulang sngat berguna untuk
mengurangi timbunan sampah karena bahan buangan di olah menjadi bahan yang
dapat di olah kembali. Contoh beberapa jenis limbah padat yang di daur ulang
adalah kertas, kaca, logam, (seperti besi,baja,dan aluminium), plastic, dan
karet.
Bahan-bahan daur ulang dapat di
jadikan produk baru yang jenisnya sama
atau produk jenis lain. Contohnya, limbah kertas bias di daur ulang menjadi
kertas kembali. Limbah kaca dalam bentuk botol atau wadah bisa di daur ulang
menjadi botol atau wadah kaca kembali atau di campur dengan aspal untuk menjadi
bahan pembuat jalan. Kaleng almenium bekas bisa di daur ulang menjadi kaleng
aluminium lagi. Botol plastik bekas yang terbuat dari plastik jenis polyetilen
terftalat (PET) bisa di daur ulang menjadi berbagi produk lain, seperti baju
polliyester, karpet dan suku cadang mobil. Gelas dan peralatan plastic bekas
yang terbuat dari jenis polyestiren bisa di daur ulang menjadi produk-produk
seperti hanger, pot tanaman dan mainan anak-anak. Bank karet bekas dapat di
daur ulang menjadi bahan campur untuk pembuatan jalan. Selain contoh di atas
masih terdapat berbagai produk lain yang dapat di hasilkan dari bahan daur ulang.
Meskipun daur ulang sangat
bermampaat untuk menangani limbah padat, solusi ini masi memiliki kelemahan.
Seperi halnya proses produksi lain, proses daur ulang masih menghasilkan
polutan sebagai hasil sampingan atau sisa proses daur ulang tersebut. Di tambah
lagi untuk jenis bahan tertentu proses daur ulang akan lebih memakan biaya di
banding proses produksi dengan bahan mentah. Kendala utama proses daur ulang
adalah sulitnya memisahkan bahan-bahan yang akan di daur ulang dari sampah
lain. Hal ini terjadi terutama di Negara
yang pembuangan sampahnya masih bercampur seperti di Indonesia.
Pada sebagian besar Negara baju
penduduknya telah menerapkan pemisahan jenis sampah yang akan di buang. Sampah
sisa makanan yang mudah busuk, plastic, kertas, dan logam. Masing-masing di
sediakan di tempat pembuanagan yang terpisah sehingga memudahkan proses daur
ulang. Namun ada juga produk-produk tertentu yang memiliki kandungan sebagai
bahan berbeda sehingga hamper tidak munkin di pisahkan untuk di daur ulang.
Misalnya, kemasan produk makanan yang tersusun atas lapisan kertas, plastic,
aleminium. Bahan yang bercampur seperti ini tidak dapat di daur ulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar